Menyingkap Tirai Legenda Pulau Temiang

Pulau Temiang, Berasal Dari Nama Tumbuhan

Tidak hanya manusia, suatu daerah baik itu Kecamatan maupun
Desa Sekalipun tentunya memiliki sebab musabab kenapa di berikan
nama seperti yang di inginkan para pendahulu mereka. Hal serupa 
juga terjadi di Kelurahan Pulau Temiang. Lalu bagaimana asal muasalnya? 

Setelah melewati puluhan kilometer liku-liku Jalan Padang Lamo yang kini sedang dalam proses perbaikan meskipun cukup jauh dan dengan badan jalan yang berlobang di sana-sini akhirnya seiring naiknya mentari yang terus merayap ke puncak ufuk  akhirnya berjumpa juga dengan tokoh adat yang merupakan gudang cerita muasal Kelurahan Pulau Temiang Kecamatan Tebo Ulu ini.

Tidak berapa jauh dari lokasi Pasar Sabtu Pulau Temiang, H Tabri MA yang merupakan Ketua Adat Kelurahan Pulau Temiang berdiam. Tanpa sungkan lelaki berumur 58 tahun ini mulai bercerita dengan sebatang rokok Dji Sam Soe di tangannya, sesekali diapun menegak teh buatan isterinya dengan sangat menikmati.

“Asal mulonyo ado kelurahan iko berawal dari RW 05, Dusun Pulau Temiang,” ujarnya mengawali cerita.

Berawal dari tahun 1916 Dusun Pulau Temiang di dirikan, yang mana saat itu adalah merupakan transmigrasi penduduk dari Desa Teluk Jambu. Saat itu, Teluk Jambu memiliki enam dusun, yaitu mulai dari ulu Pulau Puro, Pulau Temiang, Sialang Kecil, Muara Danau, Pemuatan, dan yang paling hilir Koto Jayo.

Lanjutnya, transmigrasi masyarakat Teluk Jambu saat itu adalah di lokasi yang kini di sebut RW 05, dan disanalah mulanya pemukiman penduduk tersebar. Saat itu umumnya kehidupan masyarakat cenderung adalah bertani, baik itu sawah maupun ternak kerbau. “Dulu sapi dakdo di tempat kito ko, yang ado kerbau,” terangnya.

Sambil mengehembuskan asap rokok, di kataknnya bahwa ternak sapi mulai ada di kampungnya ini yaitu berkisar sekitar tahun 1960, dan kebiasan bertani yang ada dalam masyarakat sewaktu itu di sebut sebagai bertani padi di tanah renah (Rawa-rawa,red).

Beranjak dari sana, dengan berkembangnya penduduk dari masa ke masa seiring kemajuan akhirnya penduduk mulai tersebar ke wilayah di sekitar Dusun Pulau Temiang ini, dan akhirnya pada tahun 1983 Desa Baru dan Desa Pulau Temiang(Dusun Pulau Temiang,red) mengalami perkembangan menjadi Kelurahan.

“Saat itu yang menjabat menjadi lurah adalah Peltu adalah H.Syarif A,” ujarnya.

Pada masa Peltu H Syarif A Desa Pulau Temiang dan Desa Baru resmi menjadi kelurahan, dan kemudian kepemimpinan terus berlangsung mulai dari Peltu H Syarif A, Zuhdi Alim, A KArim AR, Bustami Redin, dan kini Muslim AR.

Lebih jauh di ceritakan pria kelahiran 1953 ini, adapun di berikan nama dengan Pulau Temiang yaitu ketika masa transmigrasi masyarakat dari Teluk Jambu ke wilayah tersebut, masyarakat awal mulanya menemukan sebuah tumbuhan sejenis bamboo dengan ukuran kecil dan di sebut mereka dengan nama Temiang.

“Tumbuhan Temiang itu dio ado miangnyo, jadi kalo keno badan gatal-gatal. Nah, sejak itu orang Teluk Jambu yang dating ke daerah RW 05 itu menyebut namo Desanyo sebagai Pulau Temiang. Yang mano di atas daratan Pulau di tepi sungai Batanghari itu ado rumput Temiang,” ujarnya.

Dengan telah terbiasanya dengan nama tersebut, maka sampai saat inipun masih di gunakan bahkan di jadikan sebagai nama Kelurahan, dan tumbuhan Temiang inpun masih dapat di temui di Pulau yang ada di Sungai Batanghari di wilayah Pulau Temiang ini.

“Kalau air Sungai Batanghari surut, pulau tu Nampak jelas nimbul dan di bagian atasnyo ado tumbuhan Temiang, dan tumbuhan itupun kini jugo ado di sekitar Dusun Pulau Temiang RW 05,” pungkasnya,.
 
Datuk Ngebi German Tembago Jati Hebat, Tapi Tidak Populer

Meskipun sudah menginjak umur yang tua, H.Tabri masih mengingat jelas tentang berbagai cerita yang di turunkan oleh nenek moyangnya. Tanpa melepas rokok yang ada di tangan dengan santai dia terus bercerita mengenai berbagai kisah yang pernah terukir di tanah Pulau Temiang Kecamatan Tebo Ulu ini.

Beranjak dari asal usul nama Pulau Temiang, kini dia bercerita tentang seorang pendahulu yang pernah hidup di Pulau Temiang. Sebut saja namanya Datuk Ngebi German Tembago Jati, mungkin bagi tetua-tetua desa setempat pasti langsung kenal dengan tokoh ini.

Kalu kami nan tuo-tuo Insya Allah kenal dengan Datuk Ngebi German Tembago Jati, tapi sayangnyo cerito ko dak lagi popular di kalangan masyarakat di siko,” ujar H.Tabri, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Tebo Ulu.

Lanjutnya, adapun selain karena zaman yang terus berkembang, ketidak populeran Datuk Ngebi German Tembago Jati juga di sebabkan karena pada masa Jambi sedang menjadi kerajaan, putri raja sempat di rebut oleh Kerajaan Johor. Lalu apa hubungannya dengan Datuk Ngebi German Tembago Jati?

“Setelah putri di ambil atau di culik bahasa kininyo, rajo mengirimkan pasukan untuk mencari putri tersebut. Namun mereka terlebih dahulu di suruh mendatangi Datuk Ngebi German Tembago Jati untuk meminta pertolongannya,” ujar mantan DPRD dua  periode ini sambil mangut-mangut.

Datuk Ngebi German Tembago Jati setelah di datangi pasukan tersebut untuk di mintai pertolongannya justru menolak dengan cara yang halus, dan hal itu tentunya membuat sang raja marah. Dan berawal dari sana maka Datuk Ngebi German Tembago Jati  hingga kini sangat jarang di ceritakan sepak terjangnya sehingga cerita ini menjadi tidak popular.

Namun,  entah bagaimana ceritanya akhirnya Datuk Ngebi German Tembago Jati setuju membantu raja untuk mengambil putrinya tersebut. Datuk Ngebi German Tembago Jati juga di temani oleh Demang Itung yang berasal dari Kuamang VII Koto.

Sebelum berangkat ke Kerajaan Johor, Datuk Ngebi German Tembago Jati dan Demang Itung menyusun rencana dan membuat kesepakatan, dan dalam kesepakatan tersebut mereka ternyata tidak hanya merebut kembali sang putri raja, tetapi juga akan mengambil salah satu anak dari raa Kerajaan Johor.
“Kesepakatan mereka adalah apabila yang berhasil mereka ambil anak perempuan raja Johor maka akan menjadi milik Datuk Ngebi German Tembago Jati, namun sebaliknya maka akan menjadi milik Demang Itung,” ujar Tabri.

Ringkas cerita, dalam usaha mengambil putrid tersebut sesampai di depan kerajaan Johor Datuk Ngebi German Tembago Jati mencabut serumpun bamboo dan di lemparkan kedalam Kerajaan tepat di depan istana, hal tersbeut spontan membuat se isi kerajaan panic.

Pado kesempatan itu jugo Datuk Ngebi German Tembago Jati  dan Demang Itung masuk dan setelah bertarung dengan para prajurit-prajuri Raja Johor akhirnya mereka berhasil merebut sang putrid raja” terangnya pula.

Tidak hanya putrid raja Kerajaan Jambi saja yang berhasil mereka rebut kembali, tapi seorang anak lelaki raja juga berhasil mereka ambil. Dan sesuai perjanjian akhirnya anak putra raja Johor tersebut di bawa pulang oleh Demang Itung ke kampungnya.

“Setelah berhasil melakukan misi tersebut, putrid raja langsung di antar ke raja Kerajaan Jambi (Tidak Ingat namanya,red), dan sesampai di sana raja langsung bertanya kepada mereka, ‘kalian minta apa’?,” katanya.

Setelah mendapat pertanyaan dari raja, Datuk Ngebi German Tembago Jati langsung menjawab dengan kalimat Kami Tidak Minta Emas yang Sebongkah, Kami Juga Tidak Minta Uang yang Betabung, Tapi Kami Minta VII Koto dan IX KotoBepagar Betis Bebenteng Dado.

“Permintaan tersebut di penuhi, dan makna dari kalimat VII Koto dan IX KotoBepagar Betis Bebenteng Dado, bahwa mereka minta kampong halaman tempatnya tinggal untuk tidakdi ganggu, jika di ganggu maka mereka siap,” ujarnya.

Alhasil setelah menunaikan permintaan raja dan merekapun pulang dengan keberhasilan yang memuaskan, dan putra raja Johor yang berhasil di ambil juga ikut Demang Itung hidup bersamanya hingga wafat.

“Kini Kuburan Datuk Ngebi German Tembago Jati  ado di daerah Bungo Tanjung dan sampai saat ini dia juga terkenal dengan kekuatannya yang kuat dari yang kuat, tapi untuk nengok nisannya sangat sulit, terkecuali mereka yang benar-benar datang untuk melihat dengan niat hati yang bersih,” tandasnya.

Selain Datuk Ngebi German Tembago Jati, di daerah setempat juga ada tokoh lainnya yang kerap di ceritakan para moyang merka, yaitu seperti Datuk Bawah Juo (H.Abdullah), Datuk Tumenggung Padek yang konon di sebut masyarakat selalu di damping raja jin dari india, datuk kumis ijuk Urat kawat, Datuk Tahan Kilang dan beberapa tokoh lainnya yang berasal dari Teluk Jambu.
 
Tari Kelik Elang, Meniru Gerakkan Burung Elang

100 Tahun mungkin merupakan usia yang cukup lama jika di alami manusia. Berbeda dengan sebuah karya manusia, meskipun pencetusnya telah wafat tetapi karyanya tidak akan pudar. Namun untuk mempertahankan suatu karya yang berupa seni gerakan bukanlah hal yang mudah, dan ini perlu berbagai upaya yang optimal.
Seperti yang ada di Pulau Temiang, Tari Kelik Elang sebuah karya seni gerakkan yang sudah ada sejak 100 tahun lebih ini masih terus di lestarikan masyarakat, dan hingga kini seni itu sendriri terus mempertahankan ciri khasnya.
 
Mulai dari gerakkan yang unik hingga musik yang mengiringi dengan berupa alat-alat musik tradisional, seperti Kulintang, Tetawak dan gendangan. Bahkan tari Kelik elang inipun pernah di pakai untuk merayakan kampanye pemilukada pada beberapa waktu lalu.
 
“Tari Kelik elang ko umurnya lah lamo nian, sekitar 100 tahun lebih la,” ujar H Tabri sambil mengusap peluh di keningnya.
 
Selain umurnya yang sangat tua, di sisi lain yang selalu di ingat para tokoh masyarakat setempat bahwa penari Kelik Elang pertama adalah seorang gadis yang bernama Tabima (Masa Gadisnya,red), namun sayangnya penari tersebut kini sudah tiada, dan dia juga merupakan isteri dari Toyib.
 
Tari Kelik Elang ini juga pernah di jadikan sebagai tarian Bungo Tebo pada masa kepemimpinan H Hasan yang saat itu menjabat Bupati, dan sampai kinipun tarian ini terus di gunakan dalam berbagai kegiatan resmi Kelurahan.
 
Kalo kini tarian ko galak muncul di acara penyambutan, acara pengantin atau jugo acara –acara keramaian lainnyo yang bersifat resmi,” ujar mantan ketua DPRD dua periode ini.
 
Saat ini tarian Kelik Elang ini terus di kembangkan oleh turunan keluarga Tabima, bahkan yang ikut belajar tarian ini bukan hanya kalangan ibu-ibu saja, tetapi juga di ikuti para gadis-gadis remaja yanga ada di Kelurahan Pulau Temiang.
 
Dan Kelik Elang sendiri gerakkannya di ambil dari gerakkan burung elang, yaitu dengan ciri khas tangan yang melambai-lambai dan mengalun-alun bak kepak elang ketika menjelajahi langit bumi. Selain itu nama Kelik elang ini juga memiliki arti kata.
 
“Kelik Elang itu yo lah artinyo Elang Belago (Berkelahi,red), dan penari kelik elang iko minimal adalah dua orang dan maksimalnya yaitu enam orang,” pungkas H Tabri.(*)
 
Jika ada salah dalam penulisan mohon maklum, dan saya berharap para pemngunjung dapat memberikan masukan yang dapat meningkatkan gaya penulisan saya. terimkasih telah berkunjung.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Menyingkap Tirai Legenda Pulau Temiang"

  1. Tapi sayang, pemerintah daerah sekarang kurang melestarikan nilai budaya yang ado di tebo...

    BalasHapus