Nama Desa Tercetus Akibat Perang Rajo Jambi dengan Rajo Palembang
*Sebuah Tulisan Ringkas Tentang Sepak Terjang Penduduk
di Desa Sungai Keruh Kecamatan Tebo Tengah
Kabupaten Tebo Propinsi Jambi*
![]() |
MENCARI EMAS |
Dari
Kota Muara Tebo letak Desa Sungai Keruh ini yaitu sekitar dua puluh
lima kilometer. Dan untuk sampai kesana dapat menggunakan hampir semua
jenis kendaraan darat. Sebab Desa Sungai Keruh ini terbentang di
Kecamatan Tebo Tengah dengan kondisi desa yang membelah oleh Jalan
Lintas Tebo Bungo.
Desa
yang saat ini sedang disebut-sebut sebagai kiblat sepak bola Kabupaten
Tebo ini diperkirakan memiliki luas wilayah sekitar 3.400 hektare. Dan
permukaan tanahnya berupa dataran dengan produktifitas sedang.
Penduduk
di desa inipun sudah mencapai angka dua ribuan, namun sayangnya di desa
ini belum ditemukan sarana lembaga pendidikan sekolah menengah atas
(SMA), yang ada hanya Sekolah dasar (SD), atau Madrasah Ibtidaiyah (MI)
dan juga SMP. Meskipun demikian anak didesa setempat tetap termotivasi
untuk mengecam dunia pendidikan meskipun harus keluar daerah.
Tidak
jauh dari simpang ilir Desa Sungai Keruh ada sebuah dusun yang
merupakan tempat berdiam perangkat desa dan pengurus adat. Sekitar tiga
ratus meter dari simpang tersebut berdiri rumah panggung yang khas
melayu jambi. Dan disalah satu rumah tersebut berdiamlah seorang Ketua
Adat Desa yang bernama Mustafa Kamal.
Pria
kelahiran 1947 ini telah memiliki tiga orang anak, dan saat ini dirinya
ditunjuk oleh masyarakat sebagai petua desa yang mengurusi soal adat
istiadat. Meskipun cukup tua, Kamal terlihat masih semangat dan senang
berkomunikasi dengan warga maupun pendatang yang menjumpainya.
Dirumahnya
yang cukup tua, Kamal menuturkan berbagai kisah dan sejarah tentang
tanah kelahirannya ini. Dimana dari cerita orangtua dan moyangnya yang
disampaikan turun temurun. Kata ‘Sungai Keruh’ yang saat ini dinamakan
kepada desa tersebut memiliki sejarah yang merupakan kebiasaan penduduk
setempat.
Dimana
desa yang dahulunya pada masa penjajahan Belanda adalah merupakan Ibu
Kota Marga Petajin Ulu ini memiliki sekumpulan masyarakat yang hidup
bermukim dengan pola mata pencaharian pertanian. Namun ditengah waktu
berlalu, sekumpulan insan ini terpaksa harus melarikan diri hingga ke
hulu Sungai Batanghari.
“Pado waktu itu, antaro Rajo Jambi dengan Rajo Palembang terjadi perang. Akibat kejadian itu penduduk banyak ngungsi, termasuk penduduk desa kamiko. Pado umumnyo lari ngungsi hinggo limo kilometer dari desako kearah hulu sungai,” ujarnya Mustafa Kamal sambil menghisap rokoknya.
Karena
banyaknya penduduk yang mengungsi maka di tempat persembunyian tersebut
mereka berupaya bertahan hidup. Tentunya seperti layaknya kita saat ini
mereka melakukan berbagai aktivitas kehidupan untuk memenuhi makan
maupun minum.
Sehingga
penduduk yang bermukim di huluan tersebut menjadikan sungai sebagai
sarana utama mereka dalam melanjutkan kehidupan. Dan pada suatu waktu
pengungsi tersebut beramai-ramai mencuci beras disungai, sungai itupun
menjadi keruh akibat aktivitas mereka.
Peristiwa
itupun dijadikan penduduk sebagai nama desa, yaitu dengan sebutan ‘Desa
Sungai Keruh’. Hingga kinipun nama desa tersebut tetap dipakai dan asal
mulanya terus diceritakan para petua maupun orangtua kepada generasi
mereka.
Perlawanan Tiga Panglima Terhadap Penjajahan Belanda
KEDIAMAN MUSTAFA KAMAL |
Desa
Sungai Keruh yang dahulunya dijadikan sebagai Ibu Kota Marga Petajin
Ulu, dari dahulu memang dikenal dengan type desa pertanian sawah (Dps)
karena pada tahun 1989 sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
pokok disektor pertanian sawah atau 36,87 persen dari jumlah
penduduknya.
Selain
itu, seperti yang dilakukan penduduk Desa Sungai Keruh pada saat ini
yang tidak ketinggalan umumnya dahulu penduduk juga bergerak dalam
bidang perkebunan karet, kopi dan kelapa disusul penduduk yang bergerak
dalam mata pencaharian jasa dan perdagangan.
Namun
meskipun demikian, sudah sejak awal bahwa penduduk Desa Sungai Keruh
dikenal sebagai petani sawah kini justru terlihat puluhan hektar sawah
yang terletak dibagian wilayah Dusun Gajah Mati tidak tersentuh oleh
pekerjaan tangan para petani sawah. Hal tersebut terjadi dikarenakan
sistem pengairan yang tidak optimal.
Adapaun
status Desa Sungai Keruh ini juga pernah ditetapkan lagi dalam
pembagian wilayah administrasi dalam penindak lanjutan surat keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor 501 tahun 1988 pada tanggal
12 Desember 1988 yang berisikan tentang penyatuan dan penghapusan desa
dalam propinsi tingkat I jambi.
Dimana
dalam hal itu dikatakan telah disatukan antara Desa Simpang Sungai
Keruh dengan Desa Sungai Keruh yang ditetapkan dengan sebutan nama Desa
Sungai Keruh yang pusat penyelenggaraannya oleh pemerintah Desa Sungai
Keruh. Dalam penyatuan tersbeut juga dibarengi dengan penyusunan
organisasi pemerintahan, kepala urusan pembangunan dan kepala urusan
umum, yang mana saat itu dibantu oleh empat kepala dusun dan terdiri
dari enam RT.
Namun
dibalik perkembangan yang secara tahap bertahap dilakukan penduduk dan
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk Desa Sungai Keruh
ini, banya hal yang tidak bisa dilupakan. Dimana dahulunya hidup
beberapa tokoh yang rela mengorbankan nyawa demi mempertahankan tanah
kelahiran mereka ini.
Dimana
mulanya sebagai Ibu Kota Marga Petajin Ulu, Desa Sungai Keruh pada masa
waktu penjajahan Belanda. Masyarakat biasa maupun tokoh-tokoh desa
tidak tinggal diam, mereka terus melakukan perlawanan untuk mengusir
prajurit Belanda. Dimana perlawanan tersebut di koordinir oleh tiga
panglima ternama.
Tidak
asing lagi dikupung penduduk Desa Sungai Keruh, bahkan salah satu nama
panglima tersbeut saat ini melekat pada nama lapangan sepak bola Palimo
Usuh Desa Sungai Keruh. Dimana ketiga nama tersebut yaitu adalah
Panglimo Usuh, Panglimo Bontak, dan Panglimo Syawal.
Dikatakan
Mustafa Kamal, karena ketiga panglimo tersebut melakukan perlawanan
kepada Pemerintah Belanda. Maka oleh Belanda dengan politik
penjajahannya Panglimo Usuh, dan Panglimo Bontak berhasil ditangkap
dengan tipu daya. Kemudian kedua panglimo tersebut dibuang ke daerah
Cilacap Jawa Tengah.
Sedangkan
Panglimo Syawal terus melakukan perlawanan walaupun kedua temannya
telah ditangkap dan dibuang. Namun dengan gagah perkasa tanpa patah
arang serta merta semangat juang yang membara akhirnya Panglimo Syawal
gugur sebagai kusuma bangsa.
“Setelah
itu diceritakan turun temurun bahwa kedua panglimo yang ditangkap dan
dibuang ke Cilacap Jawa Tengah tidak lagi terdengar kabarnya, dan
Panglimo Syawal meskipun tanpa kedua temannya tetap melawan dan akhirnya
gugur,” pungkasnya.
Peristiwa
yang terjadi disekitar tahun 1916 inipun kini terus diceritakan warga
kepada generasinya, bahkan tercantum dalam sebuah makalah Kepala Desa
Sungai Keruh Kecamatan Tebo Tengah KAbupaten Daerah Tingkat II Bungo
Tebo dengan judul Dinamika Pembangunan Masyarakat Desa Sungai Keruh.
Pasirah Terakhir Dilantik Pada Kemerdekaan Republik Indonesia
Bertitik
tolak pada potensi desa dan permasalahan umum, dimana penduduk dahulu
mendapat kesulitan untuk menggali sumber daya alam. Dan yang menjadi
penyebab utamanya yaitu masih rendahnya tingkat kepadatan penduduk,
serta minimnya sumber daya manusia dalam mengejar kesejahteraan
masyarakat. Inipun hingga kini terus menjadi PR para pemimpin desa
ini.
Tidak
hanya itu, seperti yang ditulis Mustafa Kamal dalam Makalah Dinamika
Pembangunan Desa Sungai Keruh pada tahun 1989 dimana ada permasalahan
yang sangat penting. Dalam bidang pemerintahan dahulunya selain kendala
perangkat desa yang pendidikannya minim, juga sarana prasarana yang
tidak memadai kerap menjadi persoalan penghambat pembangunan.
Namun
dibalik itu semua, Mustafa Kamal dan beberapa perangkat desa lainnya
tetap terus berjuang membangun desa. Dimana upaya yang telah dilakukan
yaitu mulai dari melakukan pembinaan organisasi lembaga-lembaga desa dan
tidak lupt dari memfingsikannya sesuai aturan yang berlaku seperti
yang dilakukan oleh para pemimpin sebelumnya.
Dan
dari usaha yang dilakukan dari turun temurun dengan melahirkan
pemikiran maupun lainnya, pada tahun 1989 desa ini akhirnya mencapai
usahanya dengan telah dimilikinya RPJMD dan RPTD sebagai penjabaran
untuk setiap tahunnya. Tidak hanya itu, bahkan upaya yang dicapai dalam
bidang pemerintahan saat itu adalah berupa melengkapi sarana kerja
pemerintah desa, pendataan berupa demografi, dan penerusdan pembangunan
yang telah dilakukan sebelumnya.
Dibalik
semua upaya dan usaha tersebut tentunya tidak terlepas dari semua jasa
para tokoh maupun masyarakat yang telah ikut serta merta dalam membangun
desa ini. Terutama mereka yang telah memimpin desa setempat pada
masa-masa dahulu yang penuh dengan kesulitan. Dimana segala hal masih
dalam keterbatasan, namun meskipun demikian sebagai beban dan amanah,
segala sesuatu mereka lakukan dengan segala kemampuannya.
Seperti
yang terjadi pada sebelum kemerdekaan Rebuplik Indonesia. Dimana Desa
Sungai Keruh yang dahulunya menjadi Ibu Kota Marga Petajin Ulu ini
memiliki enam pasirah dalam perjalanan pembangunan pada masa waktu itu.
Dan wilayah yang menjadi kekuasaan Marga Petajin Ulu pada saat itu dalah
dimulai dari arah hulu sampai ke Desa Sungai Alai dan kearah Hilir
sampai ke Desa Ramaji saat saat ini.
Pertama
sekali yang menjadi pasirah yaitu adalah dikenal dengan nama Pasirah
Keriting, kemudian dilanjutkan Pasirah Satid, Pasirah H Majid, Pasirah
Saleh, dan Pasirah H Abdul Hamdi, serta yang terakhir Pasirah H Hasan
yang dilantik bertepatan dengan Kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.
“Pasirah terakhir waktu itu dilantik tahun 1945 bertepatan dengan kemerdekaan Negara kito ko, dan mulainyo ado kepalo desa yaitu pada tahun 1974,”ujar Mustafa Kamal.
Pernah Dipisah Menjadi Dua Wilayah
MASJID TUA PADA MASA MUSTAFA KAMAL |
Tidak
hanya tenaga, darahpun rela dikorbankan. Itulah yang dilakukan para
leluhur maupun pendahulu di desa yang terletak dihiliran Kecamatan Tebo
Tengah ini. Namun dibalik itu semua kini masyarakat dapat menghirup
betapa segarnya angin kemerdekaan pada saat ini.
Beranjak
dari perjuangan Tiga Panglimo yang terus melakukan perlawanan yang
berakibat kepada kedua diantaranya harus mengalami pengasingan, dan
gugur saat bertempur hingga sampai kepada tahap demi tahap estafet
pembangunan yang dilakukan oleh enam pasirah. Akhirnya kini desa yang
sempat dipecah menjadi dua ini kembali disatukan oleh pemerintah.
Kontras
terlihat saat ini setidaknya masyarakat Desa Sungai Keruh telah
memiliki berbagai pengetahuan dalam melanjutkan kehidupan dengan
mengolah sumber daya alam disekitarnya. Dimana saat ini penghasilan
perkebunan karet maupun sawit masih didapatkan secara kontinu dengan
jumlah yang cukup memuaskan. Apalagi sudah ditemukan sebuah perusahaan
yang beridiri dan menyerap banyak tenaga kerja.
Namun
dibalik itu semua. Suka berubah menjadi duka dan lara, dimana musibah
besar melanda dan membuat puluhan bahkan ratusan penduduk harus
mengungsi. Tepatnya pada tahun 1955 di Daerah Jambi terjadi musibah
bencana banjir yang besar. Hal itu membuat sarana prasarana mulai dari
rumah penduduk, persawahan dan perladangan serta jalan-jalan yang
menghubungkan dari dan ke Muara Bungo atau Jambi tenggelam rata oleh
air.
Akibat
bencana besar itu semua pembangunan dan hasil usaha masyarakat menjadi
rusak. Dan pemerintah pun untuk melakukan bantuan kepada korban sempat
terkendala akibat kekurangan bahan. Dimana bantuan yang disediakan tidak
mencukupi. Maka pada akhirnya entah bagaimana untuk memudahkan, Sungai
Keruh akhirnya dibagi menjadi dua desa.
“Akibat itu desa ini dibagi menjadi dua. Yaitu dengan nama Desa Simpang Sungai Keruh dan Desa Sungai Keruh,” ujar Kamal.
Lagi-lagi,
dengan tidak putus asa pemerintah dan masyarakat usai mengalami musibah
banjir ini kembali melakukan berbagai usaha untuk membangun desa.
Seperti yang ditulis Mustafa Kamal saat menjabat pada tahun 1986 hingga
1987 sebagai Kepala Desa setempat bahwa untuk melakukan pembangunan
mereka membuat Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Dan
saat itu yang diupayakan adalah pembangunan disektor perekonomian
dengan merencanakan pembuatan jalan lingkar, roil dan jembatan serta
rehabilitasi jalan desa sepanjang 5,5 Kilometer. Bahkan pembangunan
saluran air sawah dan pagar pekaranagan yang dikerjakan bergotong
royong.
Tidak
hanya itu, sektor Sosial Budaya pun berhasil dicapai dengan berhasilnya
melakukan pembangunan tiga buah langgar atau musholla dengan ukuran 10 X
10 Meter yang berlokasi di tiga dusun. Dna dana yang digunakan saat itu
adalah sebesar Rp 15 Juta. Bidang pendidikan juga dibenahi dengan
melakukan rehab madrasah, kemudian untuk keamanan yaitu dengan
melakukan pembangunan pos kamling.
Dan diluar dugaan. Ditengah-tengah roda kehidupan pada masa itu, Pucuk dicinta ulam pun tiba.
Akhirnya desa yang tadinya dibagi menjadi dua desa ini akhirnya
disatukan kembali. Yang mana sebagai tindak lanjut surat Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor 501 Tahun 1988 Tanggal 12
Desember 1988 yang menyatakan penghapusan dan penyatuan desa dalam
Propinsi Daerah Tingkat I Propinsi Jambi, maka Desa Simpang Sungai Keruh
dan Desa Sungai Keruh menjadi satu desa dengan nama Sungai Keruh
hingga kini.
Terjadinya
hal tersebut, sebagai motivasi dan dengan semangat yang besar akhirnya
pembangunan yang telah dilaksanakan seluruh warga Desa Sungai Keruh
menjadi perhatian semua publik. Bahkan pada tahun 1989 desa ini terpilih
menjadi juara dalam perlombaan Desa Tingkat Propinsi.
Menjadi Kiblat Sepak Bola, Bahkan Jadi Desa Terbaik Di Propinsi Jambi
BUDAYA GOTONG ROYONG MEMBANGUN RUMAH |
Ditengah
derasnya arus problematika di tubuh PSSI saat ini sedikitpun tampaknya
tidak membuat patah arang masyarakat Desa Sungai Keruh untuk terus
berkarya dan meningkatkan sumber daya manusianya dalam menyelami kancah
dunia persepakbolaan. Hal itupun dibuktikan dengan telah berhasilnya
Sungai Keruh menelurkan pemain muda yang mampu mewakili Propinsi diajang
Nasional.
Dengan
keberhasilan Nazaruddin(14), Syargawi(14), Muhammad Trisno(14) membawa
nama Tebo ke ajang Propinsi sekaligus bertarung di ajang nasional dalam
membela kesebelasan Propinsi Jambi hingga telah datangnya tokoh wasit
terbaik Indonesia, Jimmy Napitupulu ke desa ini. Kini menjadi tonikum
dan motivasi yang besar bagi masyarakat setempat untuk terus mendorong
dan mendukung eksistensi pesepakbolaan di Sungai Keruh.
Tidak
dapat dipungkiri, Hamdi sebagai wakil bupati Tebo pun mengakui hal
tersebut. Dimana PSSI pun yang tadinya sempat dikarateker juga mengakui
bahwa Sungai Keruh adalah bentuk nyata kiblat sepak bola saat ini.
Disana telah telah terbentuk proses pembinaan yang terus dilakukan
secara kontinu. Dan meskipun sempat mengalami kekurangan, tapi dengan
semangat kini hampir tujuh puluh pelajar terus melakukan latihan rutin
setiap minggu.
Bahkan
sempat tercetus bahwa dengan telah adanya kondisional pelajar yang
tekun mengikuti latihan di lapangan Panglimo Usuh setiap minggunya,
meskipun dengan sarana dan prasarana sealakadarnya saja masyarakat
setempat memiliki cita-cita besar untuk mewujudkan latihan rutin
tersebut menjadi sekolah sepak bola.
Secara
khusus persepakbolaan di Sungai Keruh kini menjadi salah satu sarana
yang maksimal dalam mempromosikan keberadaan mereka, dan setiap usaha
maupun prestasi yang diukir menjadi langkah awal menuju kejayaan dan
kesuksesan yang jauh lebih memuaskan kedepannya, namun disadari hal itu
juga akan sulit untuk dicapai dengan tanpa adanya dukungan semua pihak
maupun finansial yang memadai.
Jauh
memandang kebelakang, ternyata tidak hanya hal itu saja yang berhasil
dilakukan masyarakat setempat. Melainkan pada tahun 1989/1990 desa ini
juga menjadi desa terbaik di tingkat Propinsi Jambi. Bukan karena
bangunan yang megah, bukan karena ramai, dan juga bukan karena sebuah
kegiatan besar yang berlimpah ruah dananya. Tapi karena keberhasilan
pembangunan desanya.
Hal
itu diraih karena Sungai Keruh pada masa itu telah memiliki program
pembangunan yang mantap dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengha
Desa (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD). Dan program
pembangunan itu mereka bentuk dari hasil musyawarah warga masyarakat
lewat LKMD dan lembaga fungsional lainnya.
Pembangunan
yang dilakukan pun tidak hanya sebatas fisik saja, tapi pemberdayaan
sumber daya manusia juga menjadi target utama. Dan itu dilakukan melalui
lembaga kemanan masyarakat desa (LKMD) yang telah mampu meenyusun
perencanaan, pelaksanaan, dan menggerakkan peran aktif seluruh
masyarakat dalam merealisasikan program pembangunan desa.
Bahkan
Tim Penggerak PKK Desa Sungai Keruh yang berisikan ibu-ibu telah
berhasil saat itu melaksanakan intruksi meneteri dalam negeri nomor 10
tahun 1980 tentang pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan
terlaksananya sepuluh program berupa Program Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila, Program Gotong Royong, Program Sandang, Program Perumahan
dan Tata Laksana Rumah Tangga, Program Pangan, Pendidikan dan
Ketermapilan, Kesehatan, menegmbangkan kehidupan berkoperasi, dan
Lingkungan hidup serta program perencaan sehat.
Adapun
pada saat itu telah terbentuk Lembaga Gotong Royong yang diberi nama
Dasawisma dengan jumlah anggota tujuh puluh orang, dan Arisan sebanyak
tiga puluh orang, serta Jimpitan sebanyak empat puluh orang. Sedangkan
koperasi yang ada yaitu hanya satu dengan keberadaannya yang aktif dalam
bentuk jenis kredit simpan pinjam.
Tidak
hanya itu, yang menjadi faktor pendukung keberhasilan pembangunan desa
ini yaitu dikarenakan adanya keterbukaan para pemimpin dan sifat
kegotongroyongan yang tinggi dari masyarakat yang telah dapat di
wujudkan secara nyata, sehingga segenap warga masyarakat ikut merasa
memiliki dan bertanggungjawab.
Dan
kebersamaan inipun maka keberhasilan Desa Sungai Keruh tercapai dalam
melaksanakan pembangunan desa. Diantaranya yaitu telah terpilih sebagai
juara lomba P2W-KSS, dan juga telah pernah dinilai oleh tim prasyamsah
pusat sebafai gambaran situasi desa dengan keberhasilannya didalam
daerah tingkat I Propinsi Jambi dan tepatnya pada tahun 1989/1990 Desa
Sungai Keruh telah terpilih sebagai juara pertama perlombaan desa
tingkat Propinsi Daerah Tingkat I Jambi.
Surga Disungai Keruh, Ada Tanah Layak Konsumsi
MUSTAFA KAMAL |
Dari
sekian banyak keunikan yang di miliki oleh Bumi Seentak Galah Serengkuh
Dayung ini, tidak terlewatkan Desa Sungai Keruh yang hingga kini masih
menyimpan berbagai budaya maupun hal-hal yang menarik. Bahkan bukti
kekuasaan tuhan pun dalam menghendaki segala hal di pertunjukkannya
kepada masyarakat desa yang dulunya sebagai pusat Kota Marga Petajin Ulu
ini.
Disatu
sisi tanah saat ini sulit didapatkan karena harganya yang sangat mahal,
tidak berbeda bagi para pengerajin batu-bata. Dimana keberadaan tanah
mereka anggap sebagai emas yang harus dikerjakan dan dijadikan bahan
pokokbangunan, sehingga dari pekerjaan tersebut mereka mendapatkan uang
dalam memeuhi kebutuhan hidup.
Berbeda
dengan Sungai Keruh. Sepintas didengar seolah-olah seperti surga saja.
Sebab hingga kini masyarakat setempat masih menikmati keberadaan tanah
yang bisa dimakan dan tanah tersebut kini disebut sebagai ‘tanah ampo’.
Entah apa mulanya maka diberikan nama sedemikian. Namun pastinya tanah
ini dapat dikonsumsi layaknya makanan berupa dodol atau jenang yang
kerap kita temukan pada hari lebaran.
Tidak
jarang para ibu hamil di desa setempat kerap ngidam makan tanah ampo
ini, dan tanpa susah payah sang suami mereka dapat memenuhi permintaan
tersebut. Sampai saat ini dikatakan warga setempat bahwa tanah tersebut
memiliki berbagai manfaat, salah satunya yaitu adalah sebagai obat
mencret.
“Tanah Ampo ini memiliki warna yang unik, dan rasanyapun ada sekitar tiga macam,” ujar Kamal.
Tidak
ubah seperti dodol, tanah tersbeut memiliki warna putih kecoklatan.
Persis seperti dodol yang setengah matang. Namun bedanya tanah tersebut
tidak lengket. Bahkan rasanya yang tiga macam tersebut mengandung rasa
manis dan lemak.
“Bedanya
rasa tanah itu tergantung kita mengambil yang mana, dan warnanya ada
yang putih kecoklatan terang dan ada juga yang agak putih kecoklatan
gelap. Anehnya tanah ini tidak pernah habis jika diambil,” terangnya.
Ajaib,
setiap kali warga mengekuk (ambil,red) tanah tersebut. Meskipun
dilakukan oleh banyak orang tapi tanah ampo sama sekali tidak habis.
Melainkan justru akan timbul dengan sendirinya secara perlahan-lahan.
Dan tidak jarang warga kerap mengambil hingga berbaskom-baskom.
Banyak
cara mereka untuk menikmati tanah ampo ini. Ada yang sengaja
memanasakannya diatas tungku hingga berhari-hari, dan tanah tersebut
akan kering denmgan sendirinya. Serta mengeluarkan bau wangi yang sangat
nikmat. Dan adapula yang menikmatinya dengan caradiiris dan dijemur
hingga kering dibawah terik matahari.
“Tanah itu dimakan sambil nonton atau ngobrol dirumah enak nian. Apalagi pakai kopi. Gurih dan lemak nian rasanya,” ujarnya.
Dan
segelintir kisah dari cerita asal mula tanah ini, dikatakan Kamal bahwa
konon seorang rajo diwilayah setmpat sengaja ingin membuat dodol. Namun
Rajo dari Palembang dating menyerang kediaman tersebut. Dan pada saat
itu juga banyak dodol yang tumpah. Dan tanah Ampo ini diduga adalah
merupakan dodol-dodol yang tumpah tersebut.
“Letak
tanah Ampo ini di dekat Sungai Ulek. Tidak jauh dari Bukit Serpih.
Tepatnya di seberang Sungai Batanghari bertepatan dengan Sungai
Petepatan,” ujar Kamal terkagum-kagum.(*)
Terimakasih telah berkunjung. Jika ada kesalahan penulisan kata atau ejaan mohon masukannya…
0 Response to "Selayang Pandang Desa Sungai Keruh"
Posting Komentar